Friday 3 March 2017

Indonesia - Negeri sejuta isu, negeri yang diurus dengan senda gurau

Foto via BBC
DULU, sekitar 2 tahun lebih yang lalu, saya masih melihat dan hidup di sebuah negara di mana pemerintahannya diurus dengan serius meski kita harus jujur mengakui segala kekurangan yang ada waktu itu. Memang tidaklah mudah menjadi seorang presiden dan tidaklah mudah memimpin negara sebesar Republik Indonesia ini. Dibutuhkan kapasitas dan kapabilitas yang cukup besar untuk mampu memimpin Indonesia, sebuah negara yang serba multi di sudut-sudut kehidupannya.


Dua tahun lebih yang lalu itu, kita masih dipimpin presiden dan kabinetnya yang memiliki kapasitas dan kapabalitas mencukupi, namun masih saja belum mampu menyenangkan dan membuat sejahtera rakyat bangsa ini secara keseluruhan. Tetapi, paling tidak kala itu kita semua masih hidup di era informasi yang faktual bukan hidup disesaki isu yang tidak penting.

Saat ini, Indonesia itu saya saksikan berubah menjadi negara yang penuh sesak dengan isu. Berubah menjadi negara yang kehilangan kebenaran, berubah jadi negara yang subur dengan kebohongan dan produktif dengan isu. Yang lebih menyedihkan, negara diurus dengan senda gurau berlebihan yang mengakibatkan negara kehilangan keseriusan dalam pemerintahannya.

Lihatlah bagaimana Presiden Jokowi memperlakukan tamu agung, tamu yang dimuliakan Baginda Sri Raja Salman Bin Abdulaziz Al Saud ketika di meja makan. Presiden malah sibuk merekam sebuah video konyol dan merekam Raja Salman sedang menikmati makanannya yang kemudian diunggah di situs Vlog. Sungguh konyol dan tidak menunjukkan etika yang baik, namun apa yang bisa kita lakukan? Itulah presiden kita saat ini.

Di sela kunjungan Raja Salman ke Indonesia, tampaknya ada yang sudah merencanakan untuk memproduksi isu demi kepentingan politik. Bahkan dugaan rancangan skenario kepentingan politik itu melibatkan orang-orang penting di republik ini. Padahal sesungguhnya, rancangan itu bukan sesuatu yang penting-penting sangat. Namun karena isu ini berkaitan dengan seorang terdakwa penodaan agama, maka menjadi sangat hati-hati dilakukan bahkan publik belum yakin akan terjadi hingga pada saat hari kedatangan Raja Salman.

Adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terdakwa penodaan agama Islam yang turut diundang Istana untuk menyambut langsung Raja Salman di Bandara Halim Perdana Kusumah. Sungguh sebuah tindakan ketidakpatutan ditunjukkan rejim ini.  Raja Salman adalah pemimpin negara di mana Islam turun dan di sanalah Quran diturunkan. Apakah pantas penoda agama Islam turut menyambut Raja Salman?

Tidak hanya itu. Bahkan tidak lama berselang setelah Raja Salman turun dari pesawat dan berjabat tangan dengan rombongan, Presiden Jokowi yang menyambutnya, dunia media sosial tiba-tiba dibanjiri oleh foto jabat tangan Ahok dengan Raja Salman. Dunia medsos dan dunia percakapan publik pun tiba-tiba over dosis tentang jabat tangan tersebut.

Publik sibuk berbantah lisan maupun tulisan. Ada yang membenarkan, ada juga yang membantahnya dengan menyebutnya hoax. Sungguh kita ini menjadi bangsa yang patut dikasihani jiwanya. Kunjungan Raja Salman jadi didominasi berita jabat tangan yang menyihir itu daripada fakta realitas sesungguhnya ada di mana kini rencana investasi Rp300-an triliun yang dibesar-besarkan itu. Semua jadi isu, semua lupa di mana Indonesia dalam kehadiran raja yang mulia ini.

Salahkah Ahok dengan jabat tangan itu? Tidak, Ahok tidak salah. Yang salah adalah yang mengajak Ahok turut serta dalam rombongan itu. Bahkan Presiden tampak begitu sumringah tersenyum dengan moment jabat tangan itu. Seorang terdakwa yang dibela oleh Presiden. Inilah pangkal masalahnya. Sehingga negara ini menjadi negara penuh isu, negara yang over dosis dalam kebohongan, negara yang diurus hanya dengan senda gurau. Sungguh bangsa kasihan..!!

Ferdinand Hutahaean
Penulis adalah eks relawan Jokowi dan aktivis Rumah Amanah Rakyat

- RMOL

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Semoga bermanfaat!