Thursday 9 March 2017

Catatan: Reklamasi Teluk Jakarta dari Cina Untuk Cina. “Sebuah Ambisi Kolonisasi Cina”



Melihat ngototnya Ahok, Gubernur DKI, untuk tetap mempertahankan izinnya untuk memberikan keleluasaan pengembang untuk membangun 17 pulau di Utara Jakarta wajib dicurigai sebagai punya niat dan maksud tertentu. Tak mungkin ada niat-niat bisnis semata, dengan berkolusinya penguasa dan pengusaha meski menabrak hukum dan aturan dan abai dan cuek terhadap pendapat pakar dan publik.

Dan sepertinya, Presiden Jokowi, yang teman dekatnya Ahok seolah tidak peduli dengan suara-suara protes dan pelanggaran yang dilakukan oleh Gubernur DKI dalam proses Reklamasi ini. Terbukti sampai detik ini tidak ada suara istana soal ini. Ini perlu dicatat oleh publik.

Publik lalu mencoba menangkap dan mempresepsi atas kasus reklamasi ini. Bisa diduga antara Jokowi dan Ahok ada semacam kongkalikong sejak bersama-sama di Pilgub DKI, menjadi Gubernur-Wakil Gubernur DKI, dan pada Pilpres yang mengantarkan Jokowi sebagai Presiden. Dalam beberapa peristiwa politik ini tentunya dukungan dari berbagai kekuatan politik, bisnis bahkan saat di DKI secara terang-terangan Pejabat PKC Cina menyambangi Jokowi sebagai Gubernur di Balai Kota. Sehingga dengan berbagai dukungan yang ada, Jokowi memastikan dirinya untuk menghuni Istana Negara secara mulus.

Setelah menduduki jabatan presiden, ternyata menggiring negeri ini agar menjadi sekutu setia Cin. Dan Cina pun mengumbar berbagai tawaran dan iming-iming dana ribuan triliunan di berbagai proyek prestius di bidang infrastruktur, perdagangan, Ekonomi dan bahkan rejim Jokowi mau mensosialisasikan Mata Uang Cina, Yuan sebagai alat tukar di perdagangan bilateral maupun internasional. Meski Cina juga sedang dilanda krisis rkonomi dalam negeri.

Cina sepertinya memanfaatkan permainan politiknya ini dengan mencoba menganeksasi Kepulauan Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan yang mengandung potensi gas alam yang besar itu sebagai wilayahnya. Meski sekarang ini terlihat isu aneksasi ini kurang mencuat, tapi apakah Cina tinggal diam?

Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, ini dari awal perjalanannya dapat dipandang sebagai Proyek Cinaisasi. Itu terlihat dari iklan penjualan apartement yang diekspose di Cina. Untuk sekarang saja, wilayah PIK, Pantai Mutiara, Pluit menjadi Pemukiaman Ekslusif yang dijaga super ketat oleh sekuriti yang super hebat sehingga seperti wilayah tersendiri di DKI. Ini sekat sosial yang perlu terjadi.

Jika membiarkan reklamasi ini berjalan mulus, maka pemukiman itu sudah pasti hanya akan dihuni oleh etnis Cina secara ekslusif dan di pulau terpencil itu akan dijaga dan diawasi super ketat dengan alasan keamanan. Sehingga publik tidak bisa tahu apa yang terjadi di sana, dan ini sangat berbahaya bagi sistem pertahanan dan keamanan nasional. Dan ini bisa terjadi berdirinya kolonisasi Cina Perantauan yang berkoneksi dengan Cina Daratan sebagai leluhur mereka. Dan ini tidak menutup kemungkinan konspirasi Cina dan proses Cinaisasi akan ber langsung di sini dengan aman.

Nah, dalam konteks ini, posisi Jokowi dan Ahok sangat strategis dalam mutualisme dalam ambisi politik, dan kekuasaan. Tidak segan-segan menjalankan program Cinaisasi itu seperti dalam Reklamasi Teluk Jakarta, oleh Ahok maupun dalam Proyek Kereta API Cepat Jakarta-Bandung oleh Jokowi. Sehingga diamnya Jokowi sebagai presiden dalam Rekalamsi Teluk Jakarta adalah pembiaran belaka. Membiarkan Gubernur DKI, Basuki Cahaya Purnama, Ahok berbuat sesuka hatinya, demi suksesnya Kolonisasi Cina.

Tepian Kali Brantas, 23:4:2016

@Muslim Arbi, Pengamat

Artikel disalin dari  www.repelita.com dengan beberapa perbaikan ejaan bahasa Indonesia.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Semoga bermanfaat!